Planing Rinjani Oktober 2016, baru bisa kelaksana April 2018 dengan antusias yang mulai memudar. Makin banyak orang kesana, makin banyak foto Rinjani bertebaran di timeline instagram, bisa dibilang sangat mainstream. Apalagi membayangkan summit dengan mengantri, huft. Aku pribadi kesana itu cuma karena belum pernah aja, bukan karena bener2 pengin banget.
Tibalah kami di Pelawangan Sembalun sore jam 5 dengan kondisi full of kabut.
Sampai puncak pun, aku cuma bergumam “ahh yaa, seperti foto2 yang sering aku lihat, persis” nggak ada greget yang bikin merinding. Eh merinding ding, karena anginnya gede banget.
Kami turun ke segara anak sorenya dengan kondisi yg sama, kabut. Jadi nggak tau di Pelawangan Sembalun itu ada apa. Sampai camp ground jam 7 malam, karena mata gue ini bureng, jadi nggak bisa liat Barujari.
Pagi hari, mentari bersinar cerah dan menampakan si dia. Lagi2 aku cuma bergumam “yaa, bagus, kaya foto si A si Z” ditambah kondisi pinggir danau yg kotor banget banyak sampah, kekaguman yg berhenti sesaat. Pergilah kami mengambil minum di sumber air dan dari situlah mulai tumbuh benih2 cinta. 3 air terjun yang suaranya menyejukkan, punggungan2 gunung yang mengakar kesana kemari, pemandangan pagi yang sangat luar biasa. Ternyata Rinjani punya sisi secantik ini.
Klimaksnya adalah, ketika perjalanan pulang via Senaru dengan meniti danau, mataku tidak bisa lepas dari Barujari dan sekitarnya. Sampai di tepi danau terakhir menuju tanjakan Senaru, disitu aku benar2 telah jatuh cinta pada Rinjani. Apa yang ada di depan mataku saat itu, Barujari yang kokoh, segara anak dengan riak yang sangat tenang dan air jernihnya, puncak yang menjulang dengan angkuh, punggungan yang seolah melindungi danau, segala kombinasi warna, suasana, tiada yang cacat sedikitpun.
Tidak percaya tempat secantik itu ada di depanku, dengan ndrememel “kenapa tidak kesini dari kemarin? Kenapa baru sekarang lihat ketika jalan pulang? Kenapa cuma sebentar? ” dan teriakan kekecewaan lain. Dia meluluhlantakkan alasan awal utamaku ke Rinjani bahwa aku kesana cuma karena “ingin pernah”. Biar kuganti, aku kesana karena aku cinta dia sepenuh hati. Semoga bisa kembali